Stop..!! ~ .:|| X JarIk (Jaringan Islam Kampus) Bandung X ||:.
RSS

Stop..!!

Thursday, September 20, 2007

Seks di Depan Kamera
Che

Berawal dari tersebarluasnya video yang berisi rekaman prosesi hubungan intim antara seorang mahasiswi UNPAD dan mahasiswa ITENAS yang kemudian beredar di pasaran dengan tajuk “Bandung Lautan Asmara”, seks di depan kamera kini bukan lagi sesuatu yang asing. Baik foto maupun video semacam itu bersilangan di keseharian kita. Bagaimana mungkin hal tersebut terjadi?

Beberapa kasus berawal dari masalah dengan keluarga. Adanya komunikasi yang timpang membuat anak memilih bergaul lepas tanpa batas. Selain itu, seks, dalam masyarakat timur nyaris sinonim dengan tabu. Kontrol norma yang ketat mengerat-ngerat hal-hal yang berbau seks hingga pendidikan seks tak pernah mendapat tempat yang terhormat dalam kurikulum pendidikan.

Sedangkan masa remaja adalah masa yang penuh dengan rasa ingin tahu, terkadang rasa ingin tahu itu sangat besar hingga tak lagi bisa menunda untuk terjawab. Mulailah secara sembunyi mereka menonton video porno, dan sebagian dari mereka membawanya ke tataran praktis tanpa pengetahuan yang cukup akan keamanan dan kesehatan dalam berhubungan intim. Beberapa kawan di daerah pedesaan yang terjerat masalah aborsi dan menikah karena hamil tidak mengetahui bahwa berhubungan seks dapat menyebabkan kehamilan.

Kemajuan teknologi, dalam hal ini penemuan kamera digital, ponsel berkamera dan merebaknya warnet, tak dapat dipungkiri memiliki andil tersendiri dalam meledaknya fenomena seks di depan kamera. Kini, saat kamera digital dan ponsel berkamera telah banyak di pasaran, semua yang memilikinya, atau mungkin kenal dengan orang yang memilikinya, dapat merekam atau menjepret adegan mesra mereka. Tak pelak dari murid SMP, selebritis, hingga anggota DPR memiliki rekaman yang telah tersebar luas di masyarakat. Dengan banyaknya warnet, masyarakat memperoleh akses tak terbatas untuk sekedar melihat, atau ikut memasarkan.

Hal terakhir yang merupakan penyebab fenomena tersebut adalah mengglobalnya ideologi kapitalisme yang menjadikan seks dan tubuh sebagai komoditi yang dapat didaur ulang tanpa henti. Situasi negara yang belum pulih benar menyebabkan anomie, dimana tradisi dan norma silam dianggap basi, sedang masyarakat tak jua menemukan pengganti. Disinilah, kapitalisme berbiak subur. Semakin banyaklah orang berpaling pada materi, berharap dengan begitu akan merasa yakin kembali pada sesuatu—apapun itu yang dapat mereka percayai.

Seks di depan kamera adalah sesuatu yang serius, hingga negara mesti berpartisipasi dengan memasukkan pendidikan seks sejak dini dalam kurikulum resmi sekolah. Selain itu, perlu ada pengaturan dalam dunia maya, agar orang tak lagi dapat serampangan mengakses, atau terutama meng-upload video atau foto porno. Tak lupa, tindakan tegas bagi produsen dan distributor foto maupun video porno. Pada tingkatan keluarga pun hendaknya diwujudkan komunikasi yang sehat, hingga masalah seperti seks dapat dibicarakan dengan baik dan benar, hingga anak/orangtua tak melakukan hal-hal yang dapat merusak citra keluarga.

Kini, sebagian kaum muda telah sadar akan bahaya seks di depan kamera. Beberapa memulai kampanye “Jangan Bugil didepan Kamera”. Kiranya, kampanye tersebut dapat menyadarkan semua orang, terutama kaum muda, untuk bertindak lebih bijaksana dan menghormati tubuh(diri)nya bukan sebagai komoditi semata