TOR Advance ~ .:|| X JarIk (Jaringan Islam Kampus) Bandung X ||:.
RSS

TOR Advance

Thursday, July 19, 2007

Term of Reference (TOR)
Advance Training (AT) & Training of Trainer (TOT)

"Jaringan Islam Kampus" (JARIK)
4 Peper

I. LATAR BELAKANG
Kebebasan beragama (religius freedom) sesungguhnya telah dijamin sebagai bagian dari hak-hak sipil warga (civil rights) yang wajib dilindungi oleh negara. Hanya saja, kenyataan menunjukan bahwa masih sering terjadi pelanggaran atas prinsip kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan, tidak jarang negara sendiri justru yang melakukan pelanggaran tersebut. Karenannya, prinsip kebebasan beragama di Indonesia merupakan masalah bersama yang masih harus diperjuangkan secara terus-menerus oleh semua pihak, baik dari segi penajaman gagasan dan konsep maupun intensifikasi dalam wilayah advokasi legal dan perundang-undangan.


Selain itu, faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk dilakukan dalam perjuangan menegakan prinsip kebebasan beragama ini adalah pendidikan kritis masyarakat. Sebab, pada akhirnya, subjek utama dalam gerak perjuangan ini adalah masyarakat itu sendiri.

Perjuangan untuk menegakkan prinsip kebebasan beragama di Indonesia sebenarnya tidak berangkat dari nol saman sekali. Sebab, pada dasarnya, jaminan atas kebebasan beragama di negeri ini sudah cukup kuat. Jaminan dimaksud yaitu:

Pertama, Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 (hasil amandemen) yang menyebutkan bahwa: 1) "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali;" 2) "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya." Hal ini masih diperkuat lagi oleh Pasal 29 yang berbunyi: 1) "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;" 2) "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu."

Kedua, Undang-undang (UU) RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), terutama Pasal 22, menyebutkan bahwa: 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;" 2) "Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Selain itu, juga terdapat dalam Pasal 8 yang berbunyi: "Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah."

Ketiga, UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Dengan meratifikasi ICCPR tersebut, Indonesia berarti terikat untuk menjamin: Hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18); Hak orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19); Persamaan kedudukan semua orang di depan hukum
dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi (Pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golongan etnis, agama atau bahasa minoritas yang mungkin ada di negara pihak [negara yang terlibat menandatangani kovenan internasional tersebut] (Pasal 27).

Sungguhpun demikian, keberadaan jaminan atas prinsip kebebasan beragama dalam sistem perundang-undangan di Indonesia ini masih belum terimplementasi dengan baik dalam pratiknya. Bahkan, yang paling menggelikan, masih terdapat kontradiksi hukum atau undang-undang antara satu dengan lainnya ihwal masalah kebebasan beragama. Artinya,
masih ada beberapa undang-undang atau peraturan pemerintah yang pada dasarnya mengancam prinsip kebebasan beragama. Di antaranya adalah:

Pertama, Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) No. 1 tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Dalam SKB ini, khususnya Pasal 4, yang tidak lain adalah pengulangan dari SK Menag No. 77 tahun 1978, terdapat indikasi tindak diskriminasi yang sangat menguntungkan kelompok agama mayoritas (baca: Islam).

Kedua, UU No. 1/PNPS/1965 yang menyebutkan (Pasal 1) bahwa di Indonesia ada 6 agama yang hidup, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Meskipun demikian, dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.012/4683/95 tanggal 18 November 1978 yang antara lain menyatakan bahwa agama yang diakui pemerintah adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Karenanya, Konghucu secara jelas telah diekslusi sebagai agama yang eksistensinya diakui pemerintah. Hal ini berakibat pada tidak diakuinya hak-hak sipil para pemeluk agama Konghucu di Indonesia. Misalnya saja, Kantor Catatan
Sipil tidak mau mencatat perkawinan orang-orang yang beragama Konghucu. Selain itu, anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan agama Konghucu di sekolah-sekolah. Mereka juga tidak diizinkan merayakan hari-hari keagamaannya.

Memang, hak-hak sipil pemeluk agama Konghucu dipulihkan kembali pada masa pemerintahan KH. Abdurahman Wahid dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 tersebut. Namun demikian, bukan berarti masalah hak-hak sipil keagamaan sudah selesai. Sebab, masih terdapat kelompok-kelompok lain, yakni para pengayat atau penganut aliran kepercayaan dan agama-agama lokal, yang belum mendapatkan hak-hak sipil keagamaanya sebagai warga negara. Karenannya, mereka yang dianggap sebagai bukan "agama resmi" tersebut telah mendapatkan diskriminasi yang sangat tajam. Selain masih bercokonya undang-undang atau peraturan yang sangat diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip Hak-hak Asasi Manusia tersebut, pada praktiknya negara tidak bisa menjamin tegaknya prinsip kebebasan beragama. Beberapa kasus terakir terkait dengan pelanggaran prinsip kebebasan beragama seperti kasus Lia "Eden", kasus Ahmadiyyah, kasus Salat dua bahasa, dan masih banyak lagi, menunjukan bahwa implementasi kebebasan beragama di Indonesia bagaikan mimpi di siang bolong yang masih sulit diwujudkan.

Oleh karena itu, pengembangan dan penguatan jaringan masyarakat yang mampu melakukan advokasi kebebasan beragama tersebut mutlak sangat dibutuhkan. Dengan latar belakang tersebut, Lembaga Studi Agama (LSAF) bermaksud menyelenggarakan "PELATIHAN NASIONAL ADVOKASI KEBEBASAN BERAGAMA" dalam kerangka Advance Training (AT) Jaringan Islam Kampus (Jarik) dan Training of Trainer (TOT). Dalam Jarik yang difasilitasi
oleh LSAF ini, AT dan TOT ini merupakan jenjang pelatihan tingkat lanjutan setelah basic training (BT) yang menekankan penyadaran peserta atas konsep dan prinsip kebebasan beragama serta intermediate training (IT) yang menekankan penajaman kemampuan peserta dalam analisis sosial atas masalah kebebasan beragama di Indonesia.

II. TENTANG JARINGAN ISLAM KAMPUS

Penegakan prinsip kebebasan beragama di Indonesia adalah rasison deetre kelahiran Jaringan Islam Kampus (Jarik). Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Jarik, baik pelatihan, diskusi publik maupun penerbitan buletin, kebebasan beragama tidak pernah absen sebagai
pokok bahasan yang hendak disampaikan kepada publik Indonesia. Sungguhpun demikian, Jarik sendiri sebenarnya belum memiliki konsep gerakan, advokasi, dan sistem pengkaderan yang terrumuskan secara sistematis. Padahal, hal ini merupakan pijakan awal yang signifikan
dan tidak bisa ditawar-tawar lagi guna mengukur keberhasilan pencapaian target dalam perjuangan menegakkan prinsip kebebasan beragama di Indonesia.

Dalam bidang advokasi kebebasan beragama, Jarik sejauh ini baru bisa melakukan diskusi-diskusi publik tentang kebebasan beragama yang melibatkan para mahasiswa, dosen, aktivis LSM, dan tokoh-tokoh masyarakat di masing-masing daerah seperti Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta, Medan, Makassar dan Mataram. Kalaupun ada, kegiatan-kegiatan lain, semisal penerbitan buletin, debat kandidat kepala daerah dan penulisan di media massa, masih dilakukan secara sporadis dan belum terrencana dengan baik.

Dalam bidang pengembangan jaringan dan pengkaderan, Jarik sudah berhasil membangun komunitas epistemik melalui dua kali basic training di Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta, Medan, Makassar dan Mataram sepanjang tahun 2006-2007. Di kota-kota tersebut, setidak-tidaknya terdapat 350 orang kader Jarik yang siap dan berkomitmen untuk memperjuangkan penegakkan prinsip kebebasan beragama di Indonesia.

Selain itu, di antara 350 orang kader Jarik tersebut, sudah muncul 30 orang kader inti Jarik yang sudah dibekali dengan kemampuan analisis sosial yang cukup memadai dalam kegiatan intermediate training Jarik beberapa waktu lalu. Hanya saja, ketergantungan Jarik sendiri kepada Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) yang membidaninya, baik secara finansial maupun konseptual, tidak terelakan.

Dari latar belakang tersebut, terdapat dua hal yang sangat diperlukan dan mendesak dilakukan. Pertama, Advance Training (AT) Jarik yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan serta kemampuan kader-kader Jarik dalam bidang advokasi kebebasan beragama di Indonesia. Dan Kedua, Training of Trainer (TOT) Jarik yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan serta kemampuan kader-kader Jarik dalam bidang pengkaderan.


III. MAKSUD DAN TUJUAN

Secara umum, kegiatan Advance Training (AT) & Training of Trainer (TOT) ini dimaksudkan sebagai wahana untuk merumuskan konsep advokasi dan konsep gerakan Jaringan Islam Kampus (Jarik) dalam memperjuangkan prinsip kebebasan beragama dan penegakan hak-hak sipil keagamaan di Indonesia. Secara khusus, kegiatan AT & TOT ini bertujuan:

1.Menumbuhkan pemahaman para peserta tentang konsep advokasi kebebasan beragama dan upaya penegakan hak-hak sipil keagamaan.

2.Menumbuhkan pemahaman para peserta tentang tantangan dan prospek kebebasan beragama sebagai hak-hak sipil di Indonesia.

3.Menumbuhkan pemahaman para peserta tentang posisi penting Jaringan Islam Kampus dalam memperjuangkan prinsip kebebasan beragama sebagai hak-hak sipil di Indonesia.

4.Meningkatkan pemahaman para peserta tentang konsep gerakan, pengembangan jaringan dan sistem pengkaderan Jaringan Islam Kampus.

IV. HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari kegiatan AT & TOT ini adalah:

1.Tumbuhnya pemahaman para peserta tentang konsep advokasi kebebasan beragama dan upaya penegakan hak-hak sipil keagamaan.

2.Tumbuhnya pemahaman para peserta tentang tantangan dan prospek kebebasan beragama sebagai hak-hak sipil di Indonesia.

3.Tumbuhnya pemahaman para peserta tentang posisi penting Jaringan Islam Kampus dalam memperjuangkan prinsip kebebasan beragama sebagai hak-hak sipil di Indonesia.

4.Meningkatnya pemahaman para peserta tentang konsep gerakan, pengembangan jaringan dan sistem pengkaderan Jaringan Islam Kampus.

V. ORGANISASI PELAKSANA

Kegiatan AT & TOT ini diseleggarakan oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Jakarta. Adapun susunan organisasi pelaksana kegiatan AT & TOT ini sebagai berikut:

Penanggung Jawab: Asep Gunawan (Direktur Eksekutif LSAF)

Steering Committe (SC)
Ketua : Iqbal Hasanuddin (LSAF)
Anggota : Ariful Mursyidi (LSAF)
: Tantowi (LSAF)
: Muhamad Ja'far (LSAF)
: Rifah Zainani [ex.off]

Organizing Committe (OC)
Ketua : Rifah Zainani (LSAF)
Anggota : Komala Dewi (LSAF)
: Anisa Putri (LSAF)
: Lukman (LSAF)
: Julal (LSAF)

VI. PESERTA

Peserta kegiatan AT & TOT ini adalah kader-kader Jaringan Islam Kampus (Jarik) dari Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Balikpapan, Mataram dan Medan. Peserta berjumlah 25 orang yang diseleksi dari kader-kader Jarik yang sudah mengikuti intermediate
training. Para kader Jarik yang sudah mengikuti intermediate training tersebut adalah sebagai berikut:

• Proporsi Peserta dari Tiap Daerah

NO DAERAH LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta 3 2 5
2 Bandung 3 3 6
3 Garut 1 1 2
4 Yogyakarta 2 4 6
5 Semarang 1 - 1
6 Balikpapan 1 - 1
7 Makassar 2 1 3
8 Mataram 2 - 2
9 Medan 2 2 4
TOTAL 17 13 30

Syarat-syarat:
•Membuat empat buah karya tulis (minimal 20.000 karakter) dengan topik (yang bisa dikembangkan menjadi berbagai judul tulisan sesuai dengan latar belakang dan minat masing-masing) sebagai berikut:
o "HAM dan ICCPR: Sejarah, Konsep dan Implementasinya di Indonesia"
o "Agama, Negara dan Penegakan Hak-hak Sipil Keagamaan di Indonesia"
o "Analisis Sosial Konflik Etno-Religius di Indonesia" (Studi Kasus di Daerah Masing-masing).
o "Tantangan dan Prospek Kebebasan Beragama di Indonesia" (Studi Kasus
di Daerah Masing-masing).

•Karya Tulis tersebut harus sudah diterima panitia selambat-lambatnya
pada Selasa,30 Juli 2007.

VII. NARASUMBER DAN FASILITATOR

Narasumber dan fasilitator dalam kegiatan AT & TOT ini adalah para
pemikir dan aktivis yang konsen dalam perjuangan rinsip-prinsip
kebebasan beragama dan hak-hak sipil keagamaan di Indonesia. Mereka
adalah:
1.Ahmad Suaedi (Narasumber)
2............................ (Narasumber)
3............................ (Narasumber)
4............................ (Narasumber)
5............................ (Narasumber)
6............................ (Narasumber)
7............................ (Narasumber)
8.Franz Magnis-Suseno (Narasumber)
9.Ismatu Rofi (Narasumber)
10.Masdum (Narasumber)
11.Mutia Ghani Rachman (Narasumber)
12.Saiful Mujani (Narasumber)
13.Todung Mulya Lubis (Narasumber)
14.Yanti Muchtar (Fasilitator)

VIII. MATERI

Materi AT ini sebagai berikut:

1.Hak-hak Asasi Manusia (HAM)
2.International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
3.Agama-agama dan Regulasi Negara di Indonesia
4.Pembuatan Naskah Akademik dan Legal Drafting
5.Community Organizing dalam Situasi Konflik dan Paska-Konflik
6.Monitoring Kebebasan Beragama di Indonesia

Adapun materi TOT sebagai berikut:

1.Konsep, Metode dan Teknik Training Jaringan Islam Kampus
2.Pembahasan Modul Basic Training Jaringan Islam Kampus
3.Simulasi Training

IX. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Kegiatan AT & TOT ini dilaksanakan selama tujuh hari, yakni pada
Jumat-Kamis, 23-29 Agustus 2007 di Puncak, Jawa Barat (Jadwal Terlampir).

(Informasi lengkapnya akan kami sampaikan kemudian).
Terima Kasih.

2 Peper

Sehubungan dengan munculnya banyak keberatan kawan-kawan atas
prasyaratan 4 paper untuk advance dan TOT, maka panitian AT & TOT
akhirnya membuat perubahahan: pilih saja 2 paper untuk ditulis dari 4
pilihan yang ada.

Selain itu, ada kemungkinan kegiatan AT & TOT tersebut dimajukan
menjadi awal agustus.

Demikian informasi terbaru seputar AT & TOT. Saran dan kritik kawan-
kawan kami tunggu

Terima Kasih.