Keyakinan ~ .:|| X JarIk (Jaringan Islam Kampus) Bandung X ||:.
RSS

Keyakinan

Thursday, January 24, 2008

Kepercayaanku Bukan Keyakinanku
Oleh Siti Jenang

Sebelumnya perlu diketahui bahwa saya bukanlah orang yang hidup dengan 100% keyakinan. Tulisan ini bukan pula dikerjakan dengan pemahaman secara keseluruhan. Justru karena sadar bahwa ternyata baru sebagian kecil yang bisa saya anggap masuk definisi keyakinan. Sebuah definisi yang saya buat sendiri berdasarkan pengalaman pribadi. Sisanya adalah kepercayaan-kepercayaan.

Namun, saya ingin berusaha menyandarkan kepercayaan kepada pihak-pihak yang saya anggap paham kebenaran. Hanya berniat membangun sebuah landasan buat melangkah mencapai tujuan.

Pada suatu ketika saya bertemu dengan seorang saudara. Dari sisi genetika dia adalah sepupu saya. Kami lalu terlibat percakapan seputar pemahaman. Singkat cerita dia berkata, “Kamu tahu apa beda kepercayaan dan keyakinan?” Sebagai anak muda yang sok gaul *halah* waktu itu, saya cuma bisa pasang telinga, manggut-manggut, sambil sesekali menampakkan raut muka serba kusut. Menunggu jawaban yang dia maksud. Berhubung tak ada tanggapan apa-apa dia lalu melanjutkan, “Kalau saya buat kopi lalu saya bilang minuman ini manis. Kamu boleh langsung percaya. Tapi, kalau mau yakin, rasakan sendiri kopinya. Itulah arti keyakinan.”

ButaSeketika itu juga saya merasa paham, padahal tadinya sangat awam. Sambil mengingat-ingat apa saja yang sudah ada di dalam diri ini. Apa saja yang sudah saya pahami. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, nyatanya sepenggal dialog itu tak kunjung berlalu. Soalnya, makin dalam direnungkan, makin jelas bahwa dalam hal keyakinan saya sesungguhnya belum paham.

Namun, saya sudah punya niat. Punya tekad dan didukung hasrat, meski rada-rada nekat. “Tidak masalah,” kata saya dalam hati. Sambil merujuk kepercayaan saya sendiri bahwa Tuhan tidak akan menyesatkan umat yang sedang mencari-Nya. Dia hanya bisa memberi sambutan. Karena itulah saya beranikan diri mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Mencari penyelesaian atas persoalan-persoalan. Sebagian orang mengatakan bahwa saya sesungguhnya sedang berjalan. Menempuh perjalanan untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini mencari sebuah jawaban.

Akhirnya, muncul jawaban-jawaban sepanjang perjalanan, meski selalu mengisyaratkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Namun, paling tidak sebuah jawaban sudah bisa saya temukan. Sebentuk pemahaman yang konon ada karena telah dipahamkan. Sebuah defini keyakinan yang mungkin tak jauh berbeda dengan kepercayaan. Jadi, definisi yang saya dapat sebetulnya untuk diri sendiri saja. Dari sudut atau sisi pandang pribadi. Tidak bermaksud menggurui atau menggiring orang lain supaya mengikuti. Perlu Anda ketahui bahwa dalam perjalanan tersebut saya lebih dulu meyakinkan diri bahwa Tuhan itu ada, seperti yang dirujuk berbagai sumber.

Menurut saya keyakinan adalah perwujudan dari sebuah pemahaman. Sebuah keyakinan perlu adanya bukti atau penjelasan-penjelasan. Tujuannya supaya ada kejelasan dan bisa mengurangi atau tidak lagi menimbulkan keraguan. Contohnya, keyakinan bahwa saya adalah seorang lelaki, dilahirkan di Jawa Tengah, dari dua orang tua yang membesarkan, dll. Bila muncul pertanyaan lanjutan, ia adalah perkembangan dari sebuah keyakinan. Merujuk pada pendapat bahwa ada tingkatan-tingkatan (Arab), yaitu ainul yaqiin, ilmul yaqiin, dan haqqul yaqiin.

Hal ini sangat berbeda dengan sebuah kepercayaan. Pada dasarnya *menurut saya nih* kepercayaan adalah sebuah penyerahan pemahaman kepada pihak yang dipercayai. Misalnya, percaya bahwa makanan yang akan dimakan tidak beracun, tahu ada teman yang mencari setelah diberitahu ibu, dll. Akibatnya, tidak selalu konsisten dan bisa berubah-ubah, tergantung dalam hal apa dan kepada siapa kepercayaan itu diserahkan. Bisa juga lihat gambar wanita ini sebagai contoh.

Jadi, sebetulnya banyak hal yang tidak saya ketahui kebenarannya secara pasti. Pun banyak yang tidak mampu saya buktikan sendiri. Namun, saya berusaha untuk mengarahkan beberapa kepercayaan ke bentuk keyakinan, yang mana tidak mudah goyah atau bahkan tak tergoyahkan. Tentunya dengan harapan bahwa hidup saya menjadi lebih nyaman. Pasalnya, konon bila melakukan hal-hal yang kita yakini kebenarannya dengan nyaman atau ikhlas baru bernilai ibadah. Di sisi lain, melakukan segala sesuatu atas dasar pemaksaan dan minim pengetahuan terasa memberatkan. Dengan kata lain malah mengakibatkan penderitaan.

Kepercayaan-kepercayaan yang belum atau tak bisa saya tingkatkan menjadi keyakinan, tinggal saya serahkan kepada Tuhan. Lagi-lagi menurut keyakinan saya soal ujar-ujar “Bila kita percaya kepada seseorang atau sesuatu, bersiaplah untuk kecewa. Tapi, bila engkau serahkan kepercayaan itu kepada Tuhan, bersiaplah untuk berbahagia”. Mudah-mudahan bila memang dibutuhkan bakal diberi tambahan. Itulah sepenggal kisah penjaga halte perjalanan. Mudah-mudahan berkenan.