Minoritas ~ .:|| X JarIk (Jaringan Islam Kampus) Bandung X ||:.
RSS

Minoritas

Saturday, January 26, 2008

Multikulturalisme dan Hak Minoritas
Diposting Oleh Admin

Multikulturalisme adalah suatu istilah yang berkembang di Eropa lalu menyebar ke tempat lainnya. Kaitannya dengan studi postmodernisme adalah bentuk kritik terhadap pendekatan modernisme atau modernitas. Orang modern sellau berpikir tentang baik dan burukm hitam putih. Bentuknya adalah oposisi biner. Kalangan postmodernisme melakukan kritik terhadap pendekatan modern ini.

Pendekatan postmodernisme menolak kebenaran tunggal (relatif). Orang yang biasa kita bicarakan ternyata bisa berbicara sendiri. Disinilah pendekatan posmodernisme melahirkan gagasan yang moderat yaitu menhargai pendapat, perbedaan dan sejenisnya. Oleh karena itulah gagasan ini disebut multikulturalisme. Paham ini bukan sebagai suatu falsafah atau kebijakan politik tetapi lebih bermakna sebagai perspektif dan pendekatan.

Pendekatan ini harus diterjemahkan dalam kebijakan negara. Multikulturalisme lebih kepada kebijakan yang menghargai hak warga negara yang plural. Plural disini tidak hanya pada wilayah agama tetapi berbagai macam identitas, etnis, sukum, ras dan lain-lain. Tetapi memang wacana multikulturalisme menjadi issu penting dan sedikit elitis. Paham ini lebih dikosumsi bagi kalangan akademisi dan menjadi bahan diskusi saja. Mereka melihat subyek-subyek minoritas saja.

Multikulturalisme berkaitan dengan minoritas bukan hanya pada individu saja tetapi juga bersifat kolektif. Menurut Parekh, multikulturalisme mengandung tiga pandangan yaitu manusia terikat secara kultural dalam arti bahwa mereka tumbuh dan hidup dalam sebuah dunia yang telah terstruktur secara kultural, budaya yang berbeda merepresentasikan sistem makna dan visi tentang kehidupan yang baik dan juga berlainan juga setiap budaya secara internal bersifat plural dan merefleksikan sebuah perbincangan yang kontinyu diantara tradisi-tradisi.

Terminologi multikulturalisme dan hak minoritas merupakan sepasang konsep yang sangat mudah disandingkan, tapi pasangan keduanya sama seklai tidak mudah ditetapkan aplikasinya. Multikulturalisme, baik sebagai sebuah wacana akademis maupun sebagai sebuah kebijakan politik, didalamnya memang hampir niscaya melingkupi persoalan-persoalan tentang hak minoritas. Akan tetapi pada saat yang sama, konsep minoritas sendiri tidak pernah bisa benar-benar ditetapkan standar pengertiannya. Dalam klaimat lain, konsep tentang minoritas didalam dirinya sendiri cenderung problematik.

Membicarakan bukan hanya individu tetapi kolektif. Gagasan multikulturalisme menjadi model alternatif kebijakan negara terhadap kebudayaan khusunya di negara-negara yang menghargai perbedaan. Yang sudah nampak menjadi kebijakan adalah Ameraika dan Australia. Multikultural tidak hanya dalam masalah agama saja. Banyak peneliti yang mengatakan bahwa multikulturalisme bukanlah doktrin politik tetapi lebih sebagai perspektif dan cara pandang terhadap masyarakat.

Multikulturalisme bisa lebih mudah dipahami dalam konteks kebijakan politik negara. Sangat nampak sekali bahwa negara ini menghargai atau tidak bisa dilihat dari perspektif ini. Kebijakan seuatu negara menunjukkan apakah negara tersebut menghargai warganya atau tidak. Titik tekan multikulturalisme adalah kebijakan negara terhadap hak-hak warganya terutama yang berada di pelosok.

Issu multikulturalisme ini sangat rentang sekali akan munculnya identitas lokal. Akan tetapi hal ini juga merupakan cara pandang terhadap hak warga negara. Negara harus memberikan jaminan hukum. Pemerintah harus mengambil upaya positif baik secara individu atau kelompok sehingga kaum minoritas bisa memperoleh hak-haknya. Hak tersebut adalah hak hidup, hak ekonomi, hak pendidikan, hak kesehatan, hak atas air sebagai kebutuhanh viral dan sejenisnya. Negara sepenuhnya harus mengambil upaya positif terhadap kelompok minoritas tersebut.

Ketika pemerintah membuat kebijakan maka harus ikut melibatkan masyarakat minoritas. Hal ini untuk menegaskan keterlibatan serta efek jaminan hidup mereka. Ketika peraturan dibentuk maka minoritas harus dilibatkan.

Salam,

Mahbub Ma’afi