Soeharto ~ .:|| X JarIk (Jaringan Islam Kampus) Bandung X ||:.
RSS

Soeharto

Saturday, January 26, 2008

Menelusuri Jejak Spiritual Pak Harto
Syaiful Bari

Judul: Dunia Spiritual Soeharto
Penulis: Arwan Tuti Artha
Penerbit: Galang Press, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2007
Tebal: 197 Halaman

Diakui atau tidak, Soeharto adalah aktor sejarah yang bernasib mujur. Anak petani yang dilahirkan di Desa Kemusuk, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta ini pernah menjadi presiden Indonesia dalam waktu yang sangat lama, 32 tahun. Meski Soeharto harus lengser dari kursi kekuasaannya pada 21 Mei 1998, nasib mujur masih tetap memihak kepadanya.

Buktinya, sampai saat ini, Soeharto masih bisa bernapas lega. Ia sama sekali tidak tersentuh hukum. Kebal hukum. Bahkan, diam-diam Soeharto masih dimuliakan oleh sebagian kalangan. Padahal, semua orang tahu bahwa Soeharto mempunyai banyak kejahatan yang dilakukan selama dirinya berkuasa. Mulai kejahatan terhadap hak asasi manusia (HAM) hingga kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pernah dilakukan oleh Soeharto. Katakanlah, Soeharto adalah (eks)-pemimpin yang represif, korup, dan otoriter.

Pertanyaan mendasar yang patut diajukan di sini adalah, kenapa Soeharto menjadi orang "mulia" dan berkuasa yang bernasib mujur? Buku Dunia Spiritual Soeharto ini memberi jawabnya. Menurut penulis buku ini, Arwan Tuti Artha, nasib mujur Soeharto tersebut karena, ternyata, Soeharto memiliki guru-guru spiritual yang andal di berbagai daerah. Tidak hanya itu, Soeharto bahkan rela nglakoni sendiri, seperti puasa, tidak makan, tidak minum, mengunjungi tempat-tempat keramat, dan bersemedi.

Jawaban Arwan Tuti Artha itu cukup bisa diterima. Sebab, paham kekuasaan yang dianut masyarakat Jawa, seperti yang lebih dulu diuraikan secara memikat oleh Anderson (1991), justru memperlihatkan bagaimana kekuasaan diraih melalui berbagai laku spiritual untuk mendapatkan pulung atau wahyu kesekten, sehingga kuasa dan kemuliaan dalam masyarakat Jawa membentuk relasi-kausalitas, yang satu menyebabkan yang lain. Laku spiritual itulah yang membuat Soeharto menjadi orang mulia dan berkuasa yang bernasib baik.

Dari sini cukup bisa dipahami bahwa buku ini hendak membeberkan jejak-jejak spiritual Soeharto. Dari judulnya kita sudah mampu menebak bahwa buku ini hadir khusus untuk menelusuri laku ritual, tempat-tempat, dan guru-guru spiritual yang menjadi kekuatan pendukung Soeharto selama berkuasa di negeri ini. Boleh dikata, buku yang dilengkapi dengan foto-foto eksklusif tempat-tempat Soeharto menjalani laku spiritual ini mengungkap praktik klenik Soeharto yang selama ini menjadi pergunjingan umum.

Dalam uraiannya, Arwan Tuti Artha menjelaskan bahwa Soeharto merupakan pribadi yang akrab dengan tradisi kejawen, di mana dunia spiritual menjadi hal biasa. Penjelasan Arwan itu dibenarkan MC Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Bagi Ricklefs, Soeharto sangat memercayai klenik kebatinan Jawa pedalaman yang kental. Dalam dunia inilah, Soeharto menemukan kedamaian batin yang bisa menjelaskan gaya kepemimpinannya yang berkepala dingin selama bertahun-tahun (hlm. 15).

Di tengah gempuran modernitas, ternyata Soeharto punya banyak dukun atau guru spiritual yang dipercaya bisa melanggengkan kekuasaannya sebagai Mr Number One di Indonesia. Menurut Arwan Tuti Artha, selama Soeharto menjadi presiden RI, ia tak hanya memiliki guru spiritual, namun juga gemar mengunjungi langsung tempat-tempat keramat seperti Gunung Selok, Gunung Srandil di Cilacap, dan tempat-tempat lain yang "angker" dan keramat. Tersebarlah kepercayaan bahwa Soeharto punya dukun ampuh di mana-mana, sehingga banyak orang yang tidak berani main-main dengannya (hlm. 52).

Dengan kekuasaan dan kehebatannya itu, Soeharto sering diibaratkan oleh masyarakat Jawa sebagai aji welut putih yang selalu berhasil, bahkan dhemit ora ndulit setan ora doyan. Demit pun tidak mampu menyentuh, apalagi setan juga tidak mampu menakut-nakuti Soeharto. Muncullah kemudian apa yang disebut dengan kultus individu pada Soeharto; bahwa kekuatan, kehebatan, dan kemuliaannya itu selalu melekat pada eksistensi dirinya. Soeharto seakan menjadi orang yang tidak ada duanya.

Kepercayaan berlebih Soeharto terhadap "dunia yang tidak terlihat mata" atau klenik tersebut bisa dimengerti, karena konteks sosial dan latar pendidikan Soeharto. Soeharto adalah orang Jawa yang tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Sebagian besar hidupnya tidak dilalui melalui pendidikan formal dan hanya menerima pendidikan dasar, maka tidak aneh jika Soeharto banyak mempraktikkan cara-cara kepercayaan tradisional.

Yang aneh, ternyata kepercayaan terhadap dunia gaib tersebut tidak hanya monopoli Soeharto. Kepercayaan terhadap praktik perdukunan (klenik) juga pernah berkembang dan populer di Amerika, ketika Nancy Reagan mempunyai sepasukan dukun sebagai konsultan spiritualnya sehubungan dengan pribadi dan tugas suaminya sebagai presiden. Bahkan (eks)-presiden Roland Reagan sendiri juga sering mendengar nasihat spiritual yang diberikan kepadanya.

Akhirnya, cukup beralasan jika dikatakan Arwan Tuti Artha telah memberikan sumbangan berharga dalam melengkapi kajian tentang Soeharto yang sejauh ini hanya melulu dipenuhi analisis politik. Buku ini memotret sosok Soeharto dari sudut spiritual yang selama ini terabaikan. [Jawa Pos, 4/2/07].